Perjanjian Ujung Pandang adalah perjanjian ketiga antara kerajaan Bone dengan kerajaan-kerajaan di Mandar. Dalam perjanjian ini, secara khusus diikuti oleh kerajaan-kerajaan di Pitu Baqbana Binanga dengan agenda yang dibuat oleh kerajaan Bone yaitu ; Membujuk kerajaan-kerajaan di Pitu baqbana Binanga untuk tunduk dan mau bekerjasama dengan kompeni Belanda.
Belanda mendekati Pitu baqbana Binanga melalui perantaraan Bone dengan harapan Mandar (Pitu baqbana Binanga) akan mematuhi perkataan Bone berdasarkan kesepakatan yang diambil pada perjanjian Salemo dan perjanjian Lanrisang.
Pada dasarnya, perjanjian ini dicetuskan dan dilaksanakan oleh Belanda hingga pelaksanaannya dilakukan di Ujung Pandang dengan tujuan utama menaklukkan wilayah Mandar. Namun rencana tersebut tidak berhasil karena dalam pertemuan tersebut, tujuh kerajaan di Pitu baqbana Binanga dengan juru bicaranya Maraqdia (raja) Sendana menolak secara tegas bujukan raja Bone untuk tunduk pada pemerintahan Belanda.
Perjanjian Ujung Pandang berlangsung pada abad XVIII masehi di Ujung Pandang dengan pihak yang terlibat adalah kerajaan Bone dan tujuh kerajaan di Mandar yang tergabung dalam wilayah persekutuan Pitu Baqbana Binanga.
Kesepakatan yang dihasilkan dalam perjanjian ini sangat jauh dari keinginan Belanda karena Pitu Baqbana Binanga menolak mentah-mentah permintaan kerajaan dan bahkan sebaliknya, pihak Pitu Baqbana Binanga menegaskan prinsip yang tak mau tunduk atau bekerjasama dengan Belanda. Keutusan inipun akhirnya dimaklumi dan diterima oleh pihak kerajaan Bone dengan disaksikan oleh pihak Belanda lalu diatuangkan sebagai isi kesepakatan dalam perjanjian ini.
Secara umum, penegasan dan pernyataan sikap Pitu Baqbana Binanga (Mandara) dalam Perjanjian Ujung Pandang adalah sebagai berikut ;
- Belanda tidak boleh datang ke Mandar untuk membangun loji di baurung, Rangas dan mampie ataupun dengan maksud-maksud yang lain.
- Mandar tidak mau berhubungan dengan Belanda, kecuali dengan Bone sesuai isi perjanjian Lanrisang dan perjanjian Salemo.
- Adat istiadat Mandar tidak boleh diintervensi oleh Belanda ataupun Bone.
- Musuh Bone adalah juga musuh Mandar.
- Mandar akan melawan jika Bone dan Belanda mengingkari kesepakatan.
Perjanjian Ujung Pandang
Perjanjian Ujung Pandang lebih jauh dijelaskan dalam lontar Balanipa mandar sebagai berikut :
Terjemahan : (Bahasa yang dipakai dalam lontar adalah bahasa Bugis)
Fasal. Yang menjelaskan kitab yang membicarakan pada saat Mandar Pitu Baqbana Binanga ke Ujung pandang. Enam bulan kami di Ujung pandang di masukkan ke kota, adalah juga raja Bone bersama Kompeni.
Berkata Raja Bone ; Seluruh mandar sudah hadir ?
Berkata Mandar ; Kami seluruh Mandar hadir. (Pitu Baqbana Binanga)
Berkata raja Bone ; Bagaimana pertimbanganmu semua di Pitu baqbana Binanga, karena saya kehendaki kalian mandar, menghadap (takluk/pen) kepada kompeni.
Berkata Mandar ; Terserah pada Bone, asalkan menurut adat kami yang diberikan pada kami.
Berkata Arung Pone ; Saya ingin kalian Mandar takluk kepada kompeni.
Berkata Mandar Pitu Baqbana Binanga ; Hal yang tidak pernah jadi kebiasaan kami menyembah pada kompeni. Karena tidak demikian kata yang kita sepakati di Lanrisang. Kami takut pada belanda.
Berkata Arung Pone ; Jangan takut saudaraku pada Belanda. Nanti saya yang jadi jaminan pada Belanda.
Berkata Kompeni ; Ambilkan buku juru bahasa, yang ada memuat pesan-pesan leluhurnya raja Balanipa. Diambil buku itu oleh juru bahasa, kemudian dibacanya bersama bakkorok (aparat pemerintah Belanda/pen).
Berkata raja Sendana ; Itu adalah hal yang kami tidak biasakan juru bahasa Emi, Imbari, harus Bone yang suruh. Karena kami Pitu Baqbana Binanga, begitulah adat leluhur kami, bangsawan pendahulu kami. Jangan engkau dengar perkataan Belanda, kalau tidak dari Bone. Begitulah kesepakatan adat kita di Salemo, antara Bone dengan Mandar.
Bokkorok tidak mau membawa surat pada Bone, karena dicegah raja Sendana.Maka berkata juru bahasa Iempi, Imbari ; Mengapa raja Sendana melarang surat dibaca Arung Pone ? Raja Sendana ingin merobek surat itu ketika ia dengar dibacakan.
Dan jengkellah raja Bone kepada mandar dan berkata ; Mengapa engkau larang suratnya dibaca orang besar, Mandar ? Maukah engkau melawan Bone bersama Belanda Maraqdia ?
Berkata raja Balanipa ; Terserah pada kemauan Bone itulah yang kami turuti, asalkan sesuai dengan adat kami yang diberikan kepada kami. Kami tidak mau kalau kami disuruh takluk kepada Belanda, karena bertentangan dengan adat leluhur kami yang diamanahkan oleh bangsawan terdahulu kami.
Jengkellah raja Bone kepada raja Sendana. Berdirilah raja Bone dan berkata ; Jangan engkau besar bicara di depan orang besar Maraqdia. Mari kita keluar untuk bicara untuk bicara di luar, kalau engkau tidak mau patuhi perkataan Belanda.
Maka raja Sendana membenahi letak kerisnya disampingnya (diselipkan di pinggangnya) lalu keluar ke pekarangan rumah kompeni, maka duduk berhadapanlah raja Bone dengan mandar (raja Sendana) berunding.
Berkatalah raja Bone ; Saya sangat suka perkataan engkau Maraqdia die pan kompeni, atas konsekuensimu pada adat leluhurmu, yang telah disepakati dengan Bone (Perjanjian Lanrisang dan Salemo/pen). Biar engkau diputar balik oleh Belanda, tapi pendirianmu tetap tidak goyah.
Belum selesai pembicaraan raja Bone, datanglah juru bahasa Empi, atas perintah tuan besar. Kata Empi ; Engkau tentu bersekongkol saudaramu, raja Bone. Maka jawab raja Bone ; Saya tidak bersekongkol dengan saudaraku, hanya karena adanya kehendak kompeni, tapi raja Sendana menganggap bertentangan dengan adat kebiasaannya, karena dia tidak biasa berurusan dengan Belanda.
Berkata juga juru bahasa ; Mandar dikehendaki supaya ambil cap, kalau ia ke Jakarta, tapi Mandar tidak mau. Biar hanya kelapanya saja yang diambilkan cap ke Jakarta. Dikehendaki juga kompeni, supaya Mandar mengambil surat masuk di Maros, di Segeri para pedagangnya, tapi raja Sendana menolak, karena hal itu tidak dibiasakan oleh para pedagangnya. Dan dikehendaki juga tuan besar supaya Belanda ke Mandar untuk menempatkan loji di Baurung, Rangas, Mampie, tapi raja Balanipa beserta semua raja lainnya dari Pitu Baqbana Binanga menolaknya.
Dalam hal itu, raja Sendana berkata ; Kalau engkau sudah pergi ke Mandar menempatkan loji, berarti batallah Perjanjian Lanrisang.
Seusai Mandar berkata demikian, kembalilah juru bahasa kepada kompeni menyampaikan segala protes/penolakan orang Mandar Pitu Baqbana Binanga. Maka Belanda menyuruh juru bahasa kembali ke raja Bone, lalu kata juru bahasa kepada raja Bone ; Oh, Maraqdia, engkau telah pada kebaikan, terhindar dari keburukan, wahai raja Sendana atas sikapmu ke Bone. Sehabis itu, berkata lagi raja Bone ; Wahai Maraqdia, panggillah seluruh raja dari Pitu baqbana Binanga.
Duduk semua lagi kembali raja-raja dari Pitu Baqbana Binanga (Mandar) berhadapan lagi raja Bone dengan Mandar. Berkata raja Bone ; Saya berbeda pendapat dengan raja Sendana, raja Balanipa. Bagaimana juga pendapatmu, karena raja Sendana tidak mau mematuhi keinginan Belanda. Apakah penolakan raja Sendana pada kehendak Belanda itu kalian setujui di Pitu baqbana Binanga, atau tidak disepakati ? Karena Bone tidak mungkin berpisah dengan Belanda.
Maka berkata raja Balanipa ; Apa yang dikatakan oleh yang kakak, raja Sendana, itulah yang saya setujui.
Berkata juga raja Majene (Banggae/pen) ; Itu sudah kata yang kami sepakati, yang diucapkan oleh raja Sendana, karena dialah orang tua kami.
Berkata juga raja Mamuju ; Barangsiapa yang tidak membenarkan apa yang dikatakan ibuku (Sendana/pen), walaupun sesamaku Mandar, itulah musuhku.
Berkata raja Pamboang, raja Tapalang, raja Benuang ; Apa-apa yang diputuskan oleh ibu bapak kami (Sendana – Balanipa/pen), itu pulalah keputusan kami.
Berkata raja Bone ; Tak usah perkataan raja Sendana yang kalian turuti, karena itu (raja Sendana) mau menanggung resiko/akibatnya baik dari Bone maupun dari kompeni, jika bukan berdasarkan kebiasaan antara Mandar dengan Bone, ia tidak mau ikuti.
Maka kata semua raja Mandar ; Apakah akan berakibat buruk atau berakibat baik ketegasan raja Sendana itu, kami setujui dan itu jugalah pendirian kami, karena dialah orang tua kami.
Itulah yang saya saksikan dari kalian, dimana menganggap orang tua, apa yang jadi perbuatannya itu jugalah yang jadi perbuatanmu. Apa yang dia ucapkan, itu jugalah yang jadi ucapan kalian. Malah saya berkata kalian lebih maju hari ini dari pada bangsawan kalian terdahulu. Selanjutnya raja Bone berkata kepada Tomarilaleng ; Saksikanlah itu, Tomarilaleng Malolo, diketahui Bone, Kompeni, raja balanipa.
Setelah itu, berkata lagi raja Bone kepada Mandar ; Hai semua raja di Pitu baqbana Binanga, jangan kalian berbeda pendapat bersaudara di Pitu Baqbana Binanga. Berkata lagi raja Bone ; Yang saya anggap baik Maraqdia, supaya kita perbaharui pembicaraan adat bangsawan leluhur terdahulu kita, antara Mandar dengan Bone, disaksikan kompeni.
Berkata raja Sendan ; Apa yang dimaksud membaharui pembicaraan/adat leluhur terdahulu kita ?
Berkata raja Bone ; Cabutlah keris, kemudian berjanji dengan Bone dan Kompeni.
Berkata raja Bone ; Hai Maraqdia, engkau pada kebaikan tidak pada keburukan, kalau engkau mau cabut keris dan berjanji dengan kompeni.
Maka berkata raja Balanipa ; Kami tidak mau berjanji dengan Belanda, karena tidak dibiasakan oleh nenek moyang kami di Mandar, mencabut keris dan berjanji, kalau bukan kehendaknya dengan Bone.
Berkata raja Bone ; Saya kehendaki padamu untuk mencabut keris, adatmu yang diberikan kesana (Mandar). Kompeni tidak akan merusak/merubah adatmu diatas saksi bumi dan langit.
Maka berkatalah Mandar Pitu baqbana Binanga ; Kegembiraan dan kelegahanlah yang kami rasakan, asalkan adat kami tidak dirusak dan segalanya tidak bertentangan dengan adat kebiasaan kami.
Selanjutnya Pitu Baqbana Binanga berkata ; Kami ikut pada kemauan Bone, sepanjang adat kami yang jadi aturan.
Maka berdirilah raja Bone menuju ke depan kompeni, ketika selesai mencapai kesepakatan dengan Mandar, sesuai kesepakatan Bone Mandar (perjanjian Lanrisang dan Salemo).
Berkata raja Bone ; Datanglah kemari Maraqdia. Kemudian cabutlah keris, kita berjanji disaksikan kompeni, musuhnya Bone musuhnya juga orang mandar Pitu Baqbana Binanga.
Berkata Mandar ; asal berdasarkan adat kami, betullah itu.
Sehabis itu, berdirilah raja Balanipa mencabut kerisnya, kemudian digarukkan pada air, lalu katanya ;Ini kerisku yang kugarukkan air, di luar menggerebek masuk, di dalam menggerebek ke luar kalau Bone dan Belanda mendustai kami.
Berkata juru bahasa Empi ; Engkau telah pada kebaikan dan tidak pada keburukan atas ikrarmu Maraqdia.
Berdirilah raja Sendana, raja Mamuju, raja Tapalang, raja Pamboang, raja Majene, raja Benuang mencabut kerisnya dan berkata ; Kami semua raja meminta pada Bone agar tidak merubah adat kebiasaan leluhur moyang kami di Pitu baqbana Binanga.
Begitulah isi perjanjian di kota (Ujung Pandang/pen). Berkata raja Bone ; Kuatlah kerajaan/raja Balanipa, karena telah disaksikan Bone, kompeni. Selanjutnya raja Bone berkata ; Jangan bertikai kalian bersaudara di Pitu baqbana Binanga. Tamat.
****
Daftar Kepustakaan
Abdul Muttalib ; Kamus Bahasa Mandar – Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud RI, Jakarta 1977.
Ibrahim, MS ; Himpunan Catatan Sejarah Pitu Ulunna Salu – Hasil Seminar Sejarah Mandar X, Tinambung Polmas 1977.
H. Saharuddin ; Mengenal Pitu Baqbana Binanga Mandar Dalam Lintas Sejarah Pemerintahan Daerah di Sulawesi Selatan – CV Mallomo Karya Ujung Pandang 1985.
Ahmad Sahur ; Nilai-Nilai Budaya dalam Sastra Mandar – Fakultas Sastra Unhas Ujung Pandang 1975.
Drs. Suradi Yasil dkk ; Kalindaqdaq dan Beberapa temanya – Balai Penelitian Bahasa, Ujung Pandang 1982
Drs. Suradi Yasil dkk ; Inventarisasi Transliterasi Penerjemahan Lontar Mandar – Proyek IDKD Sulsel 1985.
A.M.Mandra ; Caeyana Mandar – Yayasan Saq-Adawang Sendana 1987
A.M.Mandra ; Buraq Sendana (kumpulan Puisi Mandar) – Yayasan Saq-Adawang Sendana 1985.
A.M.Mandra ; Beberapa Kajian Tentang Budaya Mandar Plus jilid I,II dan III – Yayasan Saq-Adawang, 2000.
Abd.Razak, DP ; Sejarah Bone – Yayasan Kebudayaan Sulawesi Selatan, Ujung Pandang 1989.
Sumber Data
- Sumber tertulis ;
- Lontar Balanipa Mandar
- Lontar Sendana Mandar
- Lontar Pattappingang Mandar
- Lembar Perjanjian kuno
- Naskah-naskah Seminar Budaya Mandar
Sumber Wawancara
- H. Abdul Malik Pattana Iyendeng – Sesepuh, Sejarawan dan Budayawan Mandar
- Abd. Azis Puaqna Itima – Sejarawan, Budayawan Mandar
- Puaq Tanniagi – Sejarawan Budayawan Mandar
- Paloloang Puanna Isinung – Budayawan Mandar
- Puaq Rama Kanne Cabang – Budayawan Mandar
- Daeng Matona – Hadat Pamoseang
- Jabirung – Soqbeqna Indona Ralleanaq
Editor
- Adi Ahsan, S.S.M.Si.
- Opy. MR.
Tags:
Budaya