Isi Perjanjian Lanrisang Suku Mandar


Perjanjian ini terjadi pada penghujung abad XVII masehi di Lanrisang (sekarang daerah Jampue kabupaten Pinrang) dengan pihak-pihak yang berjanji yaitu Torisompae Arung Pone (raja Bone) dengan Daeng Riosoq, maraqdia (raja) Balanipa.

Latar belakang diadakannya perjanjian ini, berawal dari penyerangan kerajaan Bone yang bekerjasama dengan Belanda terhadap kerajaan Gowa. Kerajaan Gowa kalah dan rajanya turun tahta digantikan oleh raja Bone.

Pada awal rencana penyerangan ke kerajaan Gowa tersebut, kerajaan Bone meminta bantuan ke wilayah Mandar, namun Mandar menolak karena konsisten dengan perjanjian yang sudah disepakati bersama Gowa. Akhirnya, Mandar diserang Bone hingga Soreang Balanipa (sekarang Kandeapi) dibakar habis. Kerajaan Balanipa melakukan perlawanan dan berhasil mendesak mundur orang-orang kerajaan Bone. Setelah Gowa berhasil dikuasai Bone dengan bantuan Belanda, Bone kembali menyerang Mandar dan kali ini bekerjasama dengan Gowa.

Pihak Mandar jadi bingung melihat keterlibatan Gowa dalam penyerangan kali ini, karena pada awalnya, Bone menyerang Mandar karena dituduh bersekutu dengan Gowa. Seusai perang itulah, Perjanjian Lanrisang dilaksanakan antara Bone dengan Mandar yang melibatkan Pitu baqbana Binanga secara khusus.

Secara umum, isi perjanjian Lanrisang adalah kesepakatan untuk menghentikan perang dan permusuhan kedua belah pihak serta menjalin persaudaraan dan kerjasama terutama dalam hal menghadapi Belanda yang sudah banyak ikut campur dalam urusan pemerintahan di kerajaan masing-masing.

Perjanjian Lanrisang


Penjelasan tentang prosesi perjanjian ini tertulis dalam lontar Balanipa Mandar sebagai berikut :

Fashlun. Engkani Menreq-e ri Lanrisang situdangeng to Bone Menreq-e. Makkedani Menreq-e ; “Bone mua silaoang Soppeng ulaori. Metauqkaq kassa ri Balandae”.

Makkedani Arung Pone ;”Ajaq metauq siajiang. Iyaqna sia taroiwi Balandae. Maeloq-i mala gajang, gajannapa Bone. Maeloq-i riwarang parang, warang parakupa nala”.

Makkedani Menreq-e ;”Iyana kiella-ellau, arolange mua rikaraengnge kiarolai ri Bone. Kuwae topa kipo rapangnge rapammeng, enrengnge topa kipo bicarae bicarammeng, kipoadaq-e adammeng”.

Makkedani Arumpone ;”Upappada mua tanae ri Bone tanae ri Menreq usapparanna deceng. Masse ajimuiq sia. Padaniq marola ri petta Nabie Muhammad s.a.w, pada pobicaraiq bicaratta, pada porapangngiq rapatta, pada lete ri petawung majekkota, tessi acinnangnge ri abeccukang tessi acinnangngeto ri arajang. Tessi pataqde waram parangngiq, tessipolo tanjengngiq, tessi tato lariwiq. Makkedai Bone nama teppaq Menreq-e, makkedai Menreq nama teppaq Bone. Koniro assituru senna Bone Menreq-e ri lalenna ceppae ri Lanrisang. Inai Arumpone, Torisompae. Inai maraqdia Balanipa, Idaeng Riosoq.

Terjemahan :

Fasal. Sudah hadir Mandar di Lanrisang, duduk bersama dengan Bone Mandar. Berkata Mandar ;”Bone saja bersama Soppeng yang kami datangi. Kami takut pada Belanda”.

Berkata Arung Pone ;”Jangan takut saudaraku. Kamilah yang jadi bork (jaminan) pada Belanda. Kalau dia mau ambil keris, nanti keris Bone yang diambil. Dia mau ambil harta, nanti hartaku yang diambil”.

Berkata Mandar ;”Itulah harapan kami, agar cara kepatuhan kami pada karaeng (Gowa/pen), yang jadi kepatuhan kami ke Bone. Begitu juga kami tetap pakai peraturan kami, dan juga kami punya hak bicara tetap kami pakai, kami pakai hukum kami”.

Berkata Arung Pone ;”Saya samakan tanah Bone dengan tanah mandar, sama-sama saya carikan kebaikan, karena kita adalah berfamili. Samalah kita tunduk pada Nabi kita Muhammad s.a.w, kita sama-sama memakai peraturan kita, sama-sama meniti pada pematang (hukum/pen) lurus kita dan sama-sama menyelesaikan sendiri kemelut hukum kita, saling tidak iri pada kekecilan, tidak pula pada kebesaran. Kita tidak saling menghilangkan harta, juga kita tidak saling keras mengerasi, tidak perlu saling dongkel mendongkel. Berkata Bone Mandar percaya, berkata mandar Bone percaya. Begitulah kesepakatan Bone dengan Mandar dalam Perjanjian Lanrisang. Siapa raja Bone, Torisompae. Siapa raja Balanipa, Daeng Riosoq.

****

Daftar Kepustakaan


Abdul Muttalib ; Kamus Bahasa Mandar – Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud RI, Jakarta 1977.

Ibrahim, MS ; Himpunan Catatan Sejarah Pitu Ulunna Salu – Hasil Seminar Sejarah Mandar X, Tinambung Polmas 1977.

H. Saharuddin ; Mengenal Pitu Baqbana Binanga Mandar Dalam Lintas Sejarah Pemerintahan Daerah di Sulawesi Selatan – CV Mallomo Karya Ujung Pandang 1985.

Ahmad Sahur ; Nilai-Nilai Budaya dalam Sastra Mandar – Fakultas Sastra Unhas Ujung Pandang 1975.

Drs. Suradi Yasil dkk ; Kalindaqdaq dan Beberapa temanya – Balai Penelitian Bahasa, Ujung Pandang 1982

Drs. Suradi Yasil dkk ; Inventarisasi Transliterasi Penerjemahan Lontar Mandar – Proyek IDKD Sulsel 1985.

A.M.Mandra ; Caeyana Mandar – Yayasan Saq-Adawang Sendana 1987

A.M.Mandra ; Buraq Sendana (kumpulan Puisi Mandar) – Yayasan Saq-Adawang Sendana 1985.

A.M.Mandra ; Beberapa Kajian Tentang Budaya Mandar Plus jilid I,II dan III – Yayasan Saq-Adawang, 2000.

Abd.Razak, DP ; Sejarah Bone – Yayasan Kebudayaan Sulawesi Selatan, Ujung Pandang 1989.

Sumber Data

  1. Sumber tertulis ;
  2. Lontar Balanipa Mandar
  3. Lontar Sendana Mandar
  4. Lontar Pattappingang Mandar
  5. Lembar Perjanjian kuno
  6. Naskah-naskah Seminar Budaya Mandar

Sumber Wawancara

  1. H. Abdul Malik Pattana Iyendeng – Sesepuh, Sejarawan dan Budayawan Mandar
  2. Abd. Azis Puaqna Itima – Sejarawan, Budayawan Mandar
  3. Puaq Tanniagi – Sejarawan Budayawan Mandar
  4. Paloloang Puanna Isinung – Budayawan Mandar
  5. Puaq Rama Kanne Cabang – Budayawan Mandar
  6. Daeng Matona – Hadat Pamoseang
  7. Jabirung – Soqbeqna Indona Ralleanaq

Editor

  1. Adi Ahsan, S.S.M.Si.
  2. Opy. MR.
Lebih baru Lebih lama