Sejarah Perjanjian Bocco Tallu Pertama Suku Mandar
Pada mulanya, semua kerajaan yang ada di Mandar belum terjalin dalam satu persekutuan atau kerjasama antar kerajaan. Masing-masing kerajaan berdiri sendiri dan memerintah serta berdaulat penuh di wilayah kerajaannya sendiri tanpa ada hubungan kerjasama dengan kerajaan lain, baik yang ada di kawasan Mandar, terlebih kerajaan yang ada di luar wilayah Mandar.
Masing-masing kerajaan berusaha memperluas wilayah kekuasaannya, sehingga sering terjadi perselisihan yang berlanjut pada perang antar kerajaan. Upaya menghancurkan kerajaan lain dengan tujuan menjadi yang terkuat dan terbesar adalah kejadian rutin di Mandar pada saat itu.
Puncak kekacauan terjadi ketika munculnya kerajaan Passokkorang yang membuat keonaran hamper di setiap kerajaan yang ada di Mandar. Perampokan dan upaya adu domba antara kerajaan satu dengan kerajaan lainnya dilakukan oleh orang-orag Passokkorang yang hampir saja berhasil menghancurkan seluruh Mandar.
Keadaan yang sangat meresahkan ini membuat Puatta di Saragiang, Arayang Alu pada saat itu menjadi sangat khawatir mengingat dua orang putranya masing-masing Puatta di Galu-galung dan Puatta di Lepong sudah menjadi raja.Puatta di galu-galung menjadi raja Alu dan Puatta di Lepong menjadi raja Taramanuq. Dari kekhawatiran kedua putranya akan menjadi korban situasi yang bisa saja mengakibatkan terjadinya perang saudara inilah sehinga Puatta di saragiang bertekad membentuk semacam persekutuan atau persatuan dari kedua kerajaan yang dipimpin oleh anak-anaknya.
Pada saat bersamaan, adik kandung Daeng Palulung Arayang Sendana yang bernama Daeng Sirua menikah dengan putri Puatta di Saragiang. Moment pertalian kekeluargaan ini semakin membuka jalan bagi Puatta di Saragiang untuk mewujudkan impiannya.
Ide itu kemudian dibicarakan bersama dengan Daeng Palulung yang disambut dengan sangat gembira oleh Arayang Sendana tersebut. Keduanya lalu membicarakan dengan Hadat masing-masing yang membuahkan kesepakatan untuk mengadakan pertemuan puncak di Sibunoang, salah satu wilayah kerajaan Alu pada saat itu.
Pertemuan atau perjanjian ini kemudian dikenal dengan nama Perjanjian Bocco Tallu yang merupakan perjanjian dan persekutuan pertama kali di Mandar yang terjadi pada sekitar abad IX / X masehi. Istilah Bocco Tallu sendiri yang terdiri dari kata Bocco dan Tallu memiliki pengertian harfiah yaitu ; Bocco sama dengan kumpulan atau perkumpulan dan Tallu sama dengan tiga. Jadi Bocco Tallu adalah Persekutuan atau persatuan dari tiga kerajaan.
Selain pembentukan secara resmi persekutuan yang kemudian diberi nama Bocco Tallu tersebut, dalam pertemuan itu juga dibuat beberapa butir perjanjian dan kesepakatan lalu ditutup dengan pengucapan sumpah atau ikrar kesetiaan yang akan memegang amanah, mematuhi segala ksepakatan yang didapatkan dalam pertemuan.
Prosesi pengucapan ikrar tersebut dilakukan dengan menggenggam kalupping (daun sirih yang dilipat bersama telur dan emas) yang kemudian dibuang kedalam sungai secara bersama-sama.
Yang menggenggam dan membuang Kalupping tersebut secara bersama-sama adalah Puatta di Galu-galung raja Alu, Puatta di Lepong raja Taramanuq dan Daeng Sirua raja Sendana, tapi yang mengucapkan sumpah dan ikrar kesetiaan adalah Puatta di saragiang bersama Daeng Palulung disaksikan oleh segenap Hadat dari ketiga kerajaan.
Sumpah atau ikrar perjanjian Bocco tallu pertama tertulis dalam Lontar Sendana mandar sebagai berikut :
“Madzondong duambongi anna dziang mappa sisala Pattallumboccoang, ongani balimbunganna baoangi arrianna. Iya-iyannamo tau mamboeq pura loa meppondoq diallewuang di pattallumboccoang mendaung raqbas mettaq-e sapeq, membatang puar meq-uwakeq rattas, taq-e napengngaanni taq-e sapeq, pappang naola pappang raqba, buttu naola buttu latta, puppus sorokawu mangande api dipennannaranna tomamboeq pura loa”.
Terjemahan :
Besok lusa bila ada yang memecah belah persekutuan Bocco tallu, balikkan bubungan rumahnya ke bawah dan tiangnya ke atas. Barang siapa diantara kita mengingkari perjanjian membelakangi kesepakatan dalam persekutuan Bocco tallu, berdaun gugur bertangkai jatuh, berbatang tumbang berakar putus, dahan dipegang dahan jatuh, lembah dilalui lembah runtuh, gunung dilewati gunung terpotong. Hidupnya terkutuk bagai api membakar turun temurun yang ingkar pada perjanjian.
Butir-butir perjanjian yang disepakati dalam pertemuan ini merpakan hasil pemikiran Puatta di Saragiang dan Daeng Palulung yang tertulis dalam lontar Sendana Mandar sebagai berikut :
Nauamo Idaeng palulung ;”Tallumi tau anna mesa, mesami anna tallu, Sendana, Alu, Taramanuq. Litaq silambang tassi poalla, tassi tundang matadzang tassi royong masandeq, tauttaq sisolong tassi sawaq, mesa balami tanni atoning, Sendana, Alu, Taramanuq di Puang di Kondo Budata, mate simateang tuo sattuoang”.
Terjemahan :
Berkatalah Daeng Palulung ;”Kita tiga sudah menjadi satu, satu tapi tiga, Sendana, Alu, Taramanuq. Pemimpin saling menyeberang tak keberatan, tak saling mengingatkan dengan keras apalagi kasar, rakyat saling mengunjungi dengan aman. Kita sudah satu pagar tak berbatas, Sendana, Alu, Taramanuq bagi pemimpin dan bagi rakyat. Mati satu mati semua, hidup satu hidup semua”.
Nauamo Puatta Isaragiang ;”Mammesa puammi tau mammesa tau, maqjuluq sara maqjuluq rio, mammesa pattuyu di latte samballa siola paqdisang. Daqdua memata disawa, mesa memata dimangiwang. Monasisaraq tuwu annaq nyawa tassisaraq-i Alu, Taramanuq, Sendana. Tassi paoro diadzaq, sipalete dirapang, padza nipe adaq adaqtaq, padza niperapang rapattaq, tassi bore-boreang gauq tassipolong tanjeng tassi raqba tanattanang, sitaiang apiangang tassi taiang adzaeang”.
Terjemahan :
Berkatalah Puatta di Saragiang ;”Bangsawan kita sudah menyatu rakyat juga jadi satu menghadapi kesusahan dan kebahagiaan, menyatukan keinginan di atas tikar selembar sebantal bersama. Dua mengawasi ular satu mengawasi ikan hiu. Walau terpisah tubuh dengan nyawa, tapi Alu, Taramanuq dan Sendana tidak akan terpisahkan. Tidak saling mencampuri urusan adat dan aturan masing-masing, menjalankan adat dan kebiasaan serta serta hukum dan peraturan masing-masing, tidak saling keras mengerasi, tidak saling merusak tanaman, saling membawa pada kebaikan, saling menghindarkan dari keburukan”.
Naua womo Idaeng Palulung ;”Mate arawiang Alu Taramanuq, mate dibaya-bayai Sendana. Sara pole sara nisolai, rio pole rio nisolai. Leqboq tanni joriq, uwai tanni latta, buttu tanni polong dilalanna Bocco Tallu”.
Terjemahan :
Berkata lagi Daeng Palulung ;”Bila Alu dan Taramanuq mati di waktu sore, Sendana mati diwaktu pagi. Kesusahan yang datang kesusahan dibagi, kebahagiaan yang datang kebahagiaan yang kita bagi. Laut tidak kita garis, air tidak kita putus, gunung tidak kita potong di dalam wilayah Bocco Tallu”.
Kesimpulan Perjanjian Bocco Tallu Pertama
Melihat latar belakang pembentukan serta butir kesepakatan yang ada di dalamnya, dapat disimpulkan bahwa Perjanjian Bocco Tallu pertama dibentuk untuk membangun satu kekuatan dengan melihat situasi dan kondisi di Mandar pada saat itu.
Sangat jelas dalam butir kesepakatan bahwa pertahanan dan keamanan merupakan perioritas utama disamping kerjasama pada bidang ekonomi. Ini merupakan salah satu upaya untuk mencegah terjadinya perang saudara antara Sendana, Alu dan Taramanuq yang bisa saja terjadi akibat hasutan dan strategi adu domba yang dijalankan oleh orang-orang Passokkorang pada saat itu.
Kalimat daqdua memata disawa mesa memata dimangiwang (dua mengintai ular satu mengintai ikan hiu) adalah kalimat kiasan yang memiliki makna ; Dua kerajaan, yaitu kerajaan Alu dan kerajaan Taramanuq menjaga dan mengawasi musuh yang datang dari arah gunung atau hutan, dan satu kerajaan, yaitu kerajaan Sendana menjaga dan mengawasi musuh yang datang dari laut atau pesisir.
Kesepakatan ini lahir dengan melihat letak geografis wilayah masing-masing, dimana Alu dan Taramanuq merupakan kerajaan yang ada di daerah pegunungan dan Sendana adalah kerajaan yang berada di daerah pesisir atau pantai. Ini berarti, keamanan atas ancaman musuh yang datang dari arah hutan menjadi tanggung jawab kerajaan Alu dan kerajaan Taramanuq dan keamanan atas ancaman musuh yang datang dari arah laut atau pesisir menjadi tanggung jawab kerajaan Sendana.
Persekutuan Bocco Tallu bertahan sampai pada abad XV masehi dan baru mulai memudar seiring dengan terbentuknya persekutuan Pitu Baqbana Binanga.
****
Daftar Kepustakaan
Abdul Muttalib ; Kamus Bahasa Mandar – Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud RI, Jakarta 1977.
Ibrahim, MS ; Himpunan Catatan Sejarah Pitu Ulunna Salu – Hasil Seminar Sejarah Mandar X, Tinambung Polmas 1977.
H. Saharuddin ; Mengenal Pitu Baqbana Binanga Mandar Dalam Lintas Sejarah Pemerintahan Daerah di Sulawesi Selatan – CV Mallomo Karya Ujung Pandang 1985.
Ahmad Sahur ; Nilai-Nilai Budaya dalam Sastra Mandar – Fakultas Sastra Unhas Ujung Pandang 1975.
Drs. Suradi Yasil dkk ; Kalindaqdaq dan Beberapa temanya – Balai Penelitian Bahasa, Ujung Pandang 1982
Drs. Suradi Yasil dkk ; Inventarisasi Transliterasi Penerjemahan Lontar Mandar – Proyek IDKD Sulsel 1985.
A.M.Mandra ; Caeyana Mandar – Yayasan Saq-Adawang Sendana 1987
A.M.Mandra ; Buraq Sendana (kumpulan Puisi Mandar) – Yayasan Saq-Adawang Sendana 1985.
A.M.Mandra ; Beberapa Kajian Tentang Budaya Mandar Plus jilid I,II dan III – Yayasan Saq-Adawang, 2000.
Abd.Razak, DP ; Sejarah Bone – Yayasan Kebudayaan Sulawesi Selatan, Ujung Pandang 1989.
Sumber Data
- Sumber tertulis ;
- Lontar Balanipa Mandar
- Lontar Sendana Mandar
- Lontar Pattappingang Mandar
- Lembar Perjanjian kuno
- Naskah-naskah Seminar Budaya Mandar
Sumber Wawancara
- H. Abdul Malik Pattana Iyendeng – Sesepuh, Sejarawan dan Budayawan Mandar
- Abd. Azis Puaqna Itima – Sejarawan, Budayawan Mandar
- Puaq Tanniagi – Sejarawan Budayawan Mandar
- Paloloang Puanna Isinung – Budayawan Mandar
- Puaq Rama Kanne Cabang – Budayawan Mandar
- Daeng Matona – Hadat Pamoseang
- Jabirung – Soqbeqna Indona Ralleanaq
Editor
- Adi Ahsan, S.S.M.Si.
- Opy. MR.
Tags:
Budaya