Isi Perjanjian Tamajarra Suku Mandar


Banyak persepsi yang muncul dari para penulis dan pengkaji sejarah Mandar tentang berapa kali perjanjian Tamajarra dilaksanakan. Diantara persepsi itu ada yang mengatakan tujuh kali, empat kali, tiga kali, bahkan ada yang mengatakan lebih dari tujuh kali. Perbedaan pendapat yang muncul dari para pakar sejarah Mandar ini memang sangatlah mungkin terjadi mengingat sumber data utama yaitu lontar masih sangat sedikit yang sempat ditemukan.

Namun perbedaan pendapat ini bukanlah suatu hal yang akan melemahkan semangat para penulis, karena pengungkapan dan penggalian sejarah bukanlah harga mati atau kebenaran mutlak dari seorang penulis dengan sumber data yang didapatnya, melainkan dasar untuk pengembangan dari sumber data yang ditemukan berikutnya oleh penulis lain maupun penulis yang sama.

Dalam penulisan ini, penulis hanya menemukan sumber data yang mencatat tentang perjanjian Tamajarra yang dilaksanakan sebanyak dua kali, yang kemudian dikenal dengan nama Perjanjian Tamajarra Pertama dan Perjanjian Tamajarra Kedua. Namun sampai saat ini penulis juga teramat yakin kalau perjanjian Tamajarra diadakan lebih dari dua kali.

Perjanjian Tamajarra Pertama


Perjanjian Tamajarra pertama terjadi pada sekitar abad XV masehi di Tamajarra dengan tujuan utama membicarakan penyerangan dan penghancuran kerajaan Passokkorang yang mengacau hamper di seluruh wilayah Mandar pada saat itu. Rencana diadakannya perjanjian ini dibicarakan dalam satu pertemuan sebelumnya di Podang Sendana. Hanya saja, pertemuan awal ini tidak dijelaskan secara khusus, baik dalam lontar yang sama maupun dalam lontar yang lain.

Kerajaan-kerajaan yang ikut dalam perjanjian Tamajarra pertama ini adalah kerajaan Balanipa, kerajaan Sendana, kerajaan Banggae, kerajaan Pamboang, kerajaan Tapalang, dan kerajaan Mamuju atau lebih tepatnya kerajaan-kerajaan yang ada di daerah pantai kecuali kerajaan Benuang yang tidak ikut serta.

Sesuai dengan tujuan utamanya, sesudah diadakannya pertemuan, penyerangan dalam rangka penghancuran kerajaan Passokkorang dilakukan dibawah pimpinan Tamanyambungi raja Balanipa. Tapi penyerangan pada saat itu tidak berhasil termasuk penyerangan-penyerangan selanjutnya yang dilakukan beberapa kali.

Melihat kenyataan ini, Tamanyambungi merencanakan perjanjian Tamajarra kedua yang akan melibatkan semua kerajaan di Mandar. Tapi sebelum rencana pertemuan itu terlaksana, Tamanyambungi wafat dan digantikan oleh putranya yang bernama Tomepayung. 

Dibawah komando Tomepayung, perjanjian Tamajarra kedua dilaksanakan dan untuk pertama kalinya, seluruh kerajaan yang ada di Mandar bekerjasama dan berhasil menghancurkan kerajaan Passokkorang.

Namun rencana pembentukan persekutuan seluruh kerajaan di Mandar yang digagas oleh Tamanyambungi tidak terlaksana, karena yang dilakukan Tomepayung setelah berhasil menghancurkan Passokkorang hanyalah membentuk persekutuan semua kerajaan yang ada di daerah pantai. Disinilah awal mula terbentuknya Persekutuan Pitu Baqbana Binanga (PBB) atau persekutuan tujuh kerajaan yang ada di muara sungai.

Secara lengkap, prosesi Perjanjian Tamajarra pertama adalah sebagai berikut :

Tepui tangngar di Podang, sirumummi tau di Tamajarra maqjuluq tangngar maqjuluq nawa-nawa mammesa pattuyu mappenduku mappendongang aburassunganna Passokkorang.

Nauamo litaq di Napo ;”Meq-apai tangngarna litaq di Sendana ?”

Nauamo Sendana ;”Meq-apai mieq banggae, Pamboang, Tapalang, mamuju ?”

Nauamo banggae ;”Balanipamo annaq Sendana namapia maq-anna tangngarang”

Mattimbaqmi Pamboang, Tapalang annaq mamuju mappattongang loana Banggae.

Nauamo litaq di Napo ;”Natumbiringi natuppattoi litaq di mandar, moaq iqdai mala lumbang pasoranna passokkorang, ropoq kotana. Tammalami mattittoq bannis tau maiqdittaq, tammala tomi mandundu uwai saq-ammeang, napateng aburassunganna Passokkorang meabong allo wongi. Innang nani bunduppai Passokkorang siola nebeta topai maqbunduq annaq mala lewa litaqtaq di Mandar, anna mala maq-ita tindo tau maiqdittaq”.

Nauamo Sendana ;”Tongang sannaq-i paunna Napo. Matemi Maraqdia Ibaro-baro napatei maraqdia Passokkorang, nala topa bainena. Tanniua madzondong tanniua duambongi itaq towomo nalelei, moaq mangande apimi agenggeanna Passokkorang. Pissangi Napo meloq maq-anna bunduq kayyang, pessappuloaq adoq, apaq dotai lao nyawa dadzi nalao siriq. Meq-apai tangngarna Banggae, Pamboang, Tapalang, mamuju ?”.

Siramba-rambangammi mattimbaq paunna Sendana maq-ua ;”Inna mapia nasanga Sendana siola Balanipa, nani pomate nani potuo pemali nani peppondoq-i”.

Nauamo Sendana ;”Bunduqdi tutia nirumungang tau nipammesang pattuyu, nisipomateang nisipotuoang. Litaq annaq tau, odzi adzaq odzi biasa tia”.

Nauamo Napo ;”Padza nipeadaq-i adaqtaq padza niperapangi rapattaq, litaq anjoriq simemanganna, tau tipatettoi. Padza niposoe soeta, padza nipojappa jappataq di litaqtaq. Iya tia muaq dilalang bunduq-i tau, mesai bamba mesa toi kedzo, mate sammateang tuo sattuoang. Moaq messummi digumana anu matadzattaq, pemali membaliq digumana moaq iqdai malele bunduq. Dotai karewa limbang diaja dadzi nakarewa manyomba. Iya-iyannamo tau meppondoq dibunduq mamboeq allewuang, puppus sorokawu, niala topa litaqna siola taunna niware-ware. Ammongi tanni baqbarang uru pau pura loa, limbang nyawa tallallaq pura loa”.

Terjemahan :

Setelah bulat pertimbangan di Podang, berkumpullah kita di Tamajarra melakukan musyawarah mufakat, bertekad bulat duduk tengadah memikirkan kekejaman kerajaan Passokkorang.

Berkata Napo ;”Bagaimana pertimbangan Sendana ?”

Berkata Sendana ;”Bagaimana juga pertimbangannya Banggae, Pamboang, Tapalang, mamuju ?”

Berkata Banggae ;”Balanipa saja dengan Sendana yang berembuk”. Pamboang, Tapalang, Mamuju membenarkan saran Banggae. 

Berkata Sendana ;”Bagaimana pertimbangan Napo ?”

Berkata Napo ;”Mandar terancam hancur jika jika tembok dan benteng kekuatan kerajaan Passokkorang tidak dihancurkan. Rakyat banyak tidak akan bisa memakan sesuap nasi dan meminum air walau seteguk karena kekejaman Passokkorang yang selalu menghantui siang malam. Harus kita serang dan kalahkan demi keselamatan daerah Mandar serta ketenangan rakyat kita”.

Berkata Sendana ;”Benar sekali pendapat Napo. Raja Ibaro-baro sudah mati dibunuh raja Passokkorang, lalu istrinya juga diambil. Tidak besok tidak lusa, mungkin kita lagi yang punya giliran jika Passokkorang semakin merajalela membakar bagai kobaran api. Satu kali Napo berkata mau memerangi Passokkorang, sepuluh kali kami menyetujui. Lebih baik nyawa melayang dari pada harga diri yang hilang. Bagaimana pendapat Banggae, Pamboang, Tapalang, Mamuju ?”

Bersamaan Pamboang, Banggae, Tapalang, Mamuju menjawab ;”Mana-mana yang ditetapkan oleh Sendana dan Balanipa, mati hidup kami mendukung dan pantang mengingkarinya”.

Berkata Sendana ;”Kita berkumpul karena tekad dan semangat untuk berperang, sehidup semati mempertahankan wilayah menyelamatkan rakyat, karena itu sudah menjadi tanggung jawab dan adat kebiasaan”.

Berkata Napo ;”Kita tetap berjalan sesuai adat dan aturan masing-masing. Wilayah ada batasnya memang sudah menjadi aturan, begitu juga dengan masyarakat. Hanya saja, dalam perjuangan atau peperangan kita harus tetap satu kata dengan perbuatan, memegang perinsip mati satu mati semua, hidup satu hidup semua. Bila senjata tajam sudah keluar dari sarungnya, tabu dimasukkan kembali bila peperangan belum tuntas, lebih baik mati dari pada akan menyerah. Siapa-siapa diantara kita yang lari dari perjuangan/peperangan mengingkari sumpah dan janji, akan hidup melarat, wilayahnya dirampas dan rakyatnya dibagi-bagi. Pegang erat perjanjian walaupun nyawa jadi taruhannya”.

Perjanjian Tamajarra Kedua


Perjanjian Tamajarra kedua juga terjadi pada abad XV di Tamajarra dengan tujuan utama membentuk secara resmi persekutuan atau persatuan kerajaan-kerajaan yang ada di daerah pesisir yang kelak dikenal dengan Pitu Baqbana Binanga.

Pembentukan persekutuan Pitu baqbana Binanga ini berlatar belakang pada kekhawatiran akan munculnya kembali orang-orang Passokkorang, hingga dipandang perlu untuk membentuk satu kekuatan, terutama dalam segi pertahanan dan keamanan di wilayah pantai. Pada dasarnya, dalam pertemuan ini, kesepakatan yang dihasilkan hanyalah pada bidang Hankam. Sementara untuk bidang yang lain, misalnya politik, hukum, adat istiadat dan pemerintahan, masing-masing kerajaan tidak saling mencampuri.

Perjanjian Tamajarra kedua diikuti oleh masing-masing raja dari tujuh kerajaan di wilayah pantai yang terdiri dari ;
  1. Tomepayung Raja Balanipa
  2. Puatta di Kuqbur Raja Sendana
  3. Daetta Melantoq Raja Banggae
  4. Tomelake Bulawang Raja Pamboang
  5. Puatta di Karanamo Raja Tapalang
  6. Tomejammeng Raja Mamuju
  7. (Cucu Tokombong di Bura) Raja Benuang.

Secara lengkap, prosesi perjanjian Tamajarra kedua adalah sebagai berikut ;

Sirumummi tau dio di Tamajarra. Diomi Sendana, alatettopa di saliwanna. 

Nauamo Maraqdia Balanipa ;”Iya mieq anna uperoao sanganaq, mapia ai tau mieq massambulo-bulo itaq pitu, apaq malluluareq nasandi tau mieq inggannana Puang, mesadzi nene niperruqdussi disiola-olai, padza apponadzi Tokombong di Bura. Inaimo uppeappoani Maraqdia Mamuju iyatopa Maraqdia Tapalang, Taandirimo. Inaimo uppeappoani Maraqdia Sendana ala iya topa Maraqdia Pamboang, Daeng palulungmo. Tokombong di Bura towandi naperruqdussi. Maraqdia Banggae annaq Maraqdia Benuang Ibokka Padangmo uppeanani, Tokombong di Bura towandi napeppolei”.

Apadzaq-a anna nauamo Maraqdia Sendana ;”Malluluareq nasandi tau, apaq mesa bulo-bulo niperruqdussi. Nainna ami nanaua pattuyunna iq-o mieq”.

Anna nauamo lima lao di Sendana ;”Iq-omo sitangngarang Balanipa”.

Nauamo Balanipa ;”Iq-omo kayyang Sendana”

Nauamo Sendana ;”Pissanoq-o maq-ua, pessapuloaq marannu. Sanggadzi mesa, iyaumo kayyang anna iq-omo Sambolangiq. Iq-omo namuane iyaumo nawaine, annaq anaqmi Banggae, Pamboang, Tappalang, Mamuju, Benuang, apaq tokkongi manini pasoranna Passokkorang. Mate madzondongi Balanipa, mate diarawiangi Sendana siola anaqna. Tettoi tia Sendana, situoang simateang Pitu baqbana Binanga”.

Mappatemmi diq-o assituruanna Sendana Balanipa, sipangaanni kalupping sipangaanni talloq annaq siparuppuammi nasaqbiq dewata diaya dewata diong. Iya-iyannamo mappelei pura loa, diongani balimbunganna, diwaoani arrianna”.

Nauamo Tomepayung ;”Iya topa uperoa baine, apaq tua annaq padza tannangi lawaqmu, muaq mettamai inggannana jangang-jangang merriqbaqna litaq Balanipa di litaqmu, anummu tomi Iq-o, iq-o tuq-u baine ala iq-o”.

Anna iyamo diq-o pappeweinna Balanipa, anna bainemo Sendana, anaqmi lima Baqba Binanga,sikadzaeang simapiangang situoang simateang. Mattoanami balanipa dibainena dianaqna tedzong, sisappuloang balasse barras.

Terjemahan :

Berkumpullah kita semua di Tamajarra. Hadirlah Sendana, begitu juga yang lain.

Maka berkata raja Balanipa ;”Yang mendorong saya mengundang saudara semua, ada baiknya kita yang tujuh (wilayah) ini membentuk persatuan karena kita semua Bangsawan bersaudara, satu nenek asal muasal kita. Kita semua adalah cucu Tokombong di Bura. Cucunya siapa raja Mamuju dan juga Tappalang, Taandiri-lah. Cucunya siapa raja Sendana dan juga raja Pamboang, Daen Palulunglah. Tokombong di Bura juga asalnya. Raja Banggae dan Raja Benuang, Ibokka Padang-lah yang melahirkannya, Tokombong di Bura juga asal muasalnya. Itu sebabnya kita semua bersaudara, karena kita berasal dari satu nenek. Bagaimana pendapat sudara ?”

Kemudian berkatalah yang lima (Banggae, Pamboang, Tappalang, Mamuju dan Benuang) kepada Sendana ;”Anda saja yang berembuk dengan balanipa”

Berkata balanipa ;”Engkaulah yang besar Sendana”

Berkata Sendana ;”Satu kali engkau katakana, sepuluh kali aku berharap. Hanya saja, sayalah besar tapi engkaulah yang Sambo Langiq. Engkaulah yang jadi suami, sayalah isteri, anaklah Banggae, Pamboang, Tappalang, Mamuju, benuang, karena dikhawatirkan orang-orang Passokkorang bisa membangun kembali kekuatannya dan kembali melakukan teror serta penyerangan dimana-mana. Balanipa mati dipagi hari, Sendana mati disore hari bersama anak-anaknya. Begitu juga Sendana, sehidup semati dengan Pitu Baqbana Binanga”.

Begitulah kesepakatan Sendana Balanipa, bersama-sama memegang kalupping, memegang telur lalu dipecahkan bersama-sama disaksikan dewata di atas dewata di bawah. Siapa yang mengingkari janji, balikkan bubungan rumahnya dibawah tiangnya keatas.

Berkata Tomepayung ;”Saya juga memohon, bila ada pelarian tahanan Balanipa masuk diwilahmu, itu sudah menjadi hak kamu”

Itulah kesepakatan Balanipa, istrilah Sendana, anaklah lima kerajaan di Pitu Baqbana Binanga (Banggae, Pamboang, Tappalang, Mamuju dan Benuang). Balanipa member Kerbau dan masing-masing sepuluh karung beras.

Catatan :

Sambo Langiq adalah nama burung sejenis elang yang tidak memangsa ayam dan terbangnya selalu yang tertinggi dari burung lainnya. Pengertian harfiah Sambo Langiq adalah ; Sambo sama dengan penutup, Langiq sama dengan langit. Jadi Sambo Langiq artinya Penutup Langit. Ini merupakan kata kiasan yang kemudian dijadikan simbol perlindungan atau yang bisa melindungi. Misalnya ; Matangnga jadi Sambo Langiq di Pitu Ulunna Salu, Limboro Rambu-rambu jadi Sambo Langiq di kerajaan Sendana dan Balanipa jadi Sambo Langiq di Pitu Baqbana Binanga.

****

Daftar Kepustakaan


Abdul Muttalib ; Kamus Bahasa Mandar – Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud RI, Jakarta 1977.

Ibrahim, MS ; Himpunan Catatan Sejarah Pitu Ulunna Salu – Hasil Seminar Sejarah Mandar X, Tinambung Polmas 1977.

H. Saharuddin ; Mengenal Pitu Baqbana Binanga Mandar Dalam Lintas Sejarah Pemerintahan Daerah di Sulawesi Selatan – CV Mallomo Karya Ujung Pandang 1985.

Ahmad Sahur ; Nilai-Nilai Budaya dalam Sastra Mandar – Fakultas Sastra Unhas Ujung Pandang 1975.

Drs. Suradi Yasil dkk ; Kalindaqdaq dan Beberapa temanya – Balai Penelitian Bahasa, Ujung Pandang 1982

Drs. Suradi Yasil dkk ; Inventarisasi Transliterasi Penerjemahan Lontar Mandar – Proyek IDKD Sulsel 1985.

A.M.Mandra ; Caeyana Mandar – Yayasan Saq-Adawang Sendana 1987

A.M.Mandra ; Buraq Sendana (kumpulan Puisi Mandar) – Yayasan Saq-Adawang Sendana 1985.

A.M.Mandra ; Beberapa Kajian Tentang Budaya Mandar Plus jilid I,II dan III – Yayasan Saq-Adawang, 2000.

Abd.Razak, DP ; Sejarah Bone – Yayasan Kebudayaan Sulawesi Selatan, Ujung Pandang 1989.

Sumber Data

  1. Sumber tertulis ;
  2. Lontar Balanipa Mandar
  3. Lontar Sendana Mandar
  4. Lontar Pattappingang Mandar
  5. Lembar Perjanjian kuno
  6. Naskah-naskah Seminar Budaya Mandar

Sumber Wawancara

  1. H. Abdul Malik Pattana Iyendeng – Sesepuh, Sejarawan dan Budayawan Mandar
  2. Abd. Azis Puaqna Itima – Sejarawan, Budayawan Mandar
  3. Puaq Tanniagi – Sejarawan Budayawan Mandar
  4. Paloloang Puanna Isinung – Budayawan Mandar
  5. Puaq Rama Kanne Cabang – Budayawan Mandar
  6. Daeng Matona – Hadat Pamoseang
  7. Jabirung – Soqbeqna Indona Ralleanaq

Editor

  1. Adi Ahsan, S.S.M.Si.
  2. Opy. MR.

Lebih baru Lebih lama