Pasar Jin
Pasar Anjaya, begitulah para pendaki menyebut tempat mistis ini. 'Pasar jin ini berada di tengah-tengah hutan yang diapit oleh Gunung Bawakaraeng dan Gunung Lompobattang, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Jika dilihat dari kejauhan, lokasinya hanya berupa lapangan yang dikelilingi pepohonan rimbun. Para pendaki Pasar Anjaya juga akrab dengan sebutan Pasar Jin.
“Pasar Jin adalah lapangan di tengah hutan Gunung Bawakaraeng, banyak cerita mistis disana,” kata Andi Yusuf, salah satu pendaki yang pernah mengunjungi Pasar Anjaya, Kamis (7 September 2020).
Salah satu mitos yang diyakini banyak pendaki, lanjutnya, adalah anjuran untuk tidak mendirikan tenda di sekitar lokasi pasar Anjaya di kaki Gunung Bawakaraeng. Jika ingin nekat mendirikan tenda dan bermalam disana bersiaplah untuk hal yang diluar nalar manusia.
“Ceritanya selalu sama dari pendaki yang berbeda. Jika kamu bertekad untuk mendirikan tenda dan menginap disana pasti akan mendengar suara keramaian seperti di tengah pasar, tapi saat kita buka tenda tidak ada apa-apa, Kata Andi Yusuf.
Aksa Rahim, pendaki lainnya, menuturkan, beberapa pendaki bahkan mengaku sempat tersesat di sana. Mereka yang terhilang percaya bahwa mereka telah ditarik ke dalam hal supernatural.
“Salah satu teman saya tersesat di sana, sayangnya ketika kami berhasil menemukannya, dia tidak ingat kemana mereka membawanya. Tapi kami pikir mereka membawanya ke alam gaib,” kata Aksa.
Belakangan, setelah Aksa menceritakan apa yang menimpa dirinya dan temannya, terungkap bahwa temannya telah melanggar tata krama dan etika ketika berada di kawasan yang diyakini sebagai lokasi pasar Anjaya.
“Iya saat itu teman saya benar-benar berbicara seolah-olah tidak percaya, dia sombong. Selain itu dia juga pakai baju merah, padahal disana dilarang pakai baju merah,” pungkasnya.
Selain itu, ada cerita legendaris lain di sini, yaitu tentang wanita berhantu hantu bernama Noni. Pandi mengenali cerita mistik itu.
Mitos ini awalnya diceritakan oleh hampir semua warga di kaki Gunung Bawakaraeng, yang disebut Kampung Lembanna. Noni, kata warga Lembanna, kerap muncul saat bulan purnama.
Warga Lembanna sering memberi tahu para pendaki bahwa jika bulan purnama datang, maka angin bertiup kencang dan Anda mendengar suara gonggongan anjing, sebaiknya Anda tidak naik atau keluar tenda untuk sementara waktu.
Pandi belajar cerita mistis tentang Noni saat bermalam di rumah warga di Lembanna sebelum memulai pendakian keesokan harinya untuk upacara 17 Agustus di Gunung Bawakaraeng.
Menurut warga sekitar, kata Pandi, semasa hidupnya Noni kerap mendaki Gunung Bawakaraeng bersama kekasihnya. Sekitar tahun 1970-an atau 1980-an, Noni naik hampir setiap minggu. Saat itu, kegiatan pendakian belum sesibuk sekarang. Karena sering berwisata, Noni rukun dengan warga.
Namun tiba-tiba, suatu ketika Noni turun seorang diri dari kawasan Gunung Bawakaraeng lalu menuju kawasan pemukiman. Wajahnya pucat dan sesekali dia hanya menatap lalu terdiam. Bahkan warga, kata Pandi, pun terkesima dengan sikap Noni yang dikenal ceria dan ramah saat bertemu warga sekitar.
“Noni yang dilihatnya ternyata ternyata adalah arwah pengembara. Beberapa hari kemudian, diketahui warga yang mencari kayu di kawasan hutan pegunungan menemukan jenazah Noni yang bergelantungan di dahan pohon besar, tepatnya di Posko Pos. 3 Gunung Bawakaraeng, "kata Pandi.
Mitos Noni
Hingga saat ini belum ada yang mengetahui secara pasti penyebab kematian Noni. Kisah penyebab kematian Noni yang sampai ke telinga para pendaki pun bermacam-macam. Dari awal digantung dari dahan pohon sampai dibunuh dan badannya digantung di dahan pohon agar binatang buas tidak mau memakannya.
“Tapi bagi saya, cerita mistik tentang Noni hanyalah mitos yang berkembang, dimana hingga saat ini belum diketahui siapa sebenarnya Noni dan dimana makamnya,” kata Pandi.
Selain cantik, hantu Noni juga disuruh berbuat kebaikan dan membantu pendaki. Umumnya mereka yang mengalami kesulitan, misalnya tersesat, sangat lelah atau kehabisan perbekalan. Bahkan ada cerita yang kerap ditemani Noni, menyiapkan makanan, bahkan memandu para pendaki jalanan ke desa terdekat di kaki gunung.
Meski demikian, Pandi mengakui bahwa sejarah mistis kawasan Gunung Bawakaraeng tetap ada. Masyarakat setempat masih mempertahankan budaya leluhur setempat.
Salah satunya adalah setiap tahun masyarakat di kaki gunung mendaki ke puncak untuk melaksanakan Shalat Jumat, Sholat Idul Adha dan ritual 1 Muharram membawa hasil bumi dan ternak berupa ayam dan kambing.
“Diatas atas ternak dilepaskan kemudian menjadi pertarungan warga lainnya. Ritual biasanya berlangsung tanggal 1 Muharram kalau tidak salah. Saya sudah ikut kegiatan tapi sudah lama. Kata Pandi. .
Bahkan masyarakat setempat percaya bahwa jika seseorang telah mencapai puncak Gunung Bawakaraeng, itu sama dengan menunaikan ibadah haji. Mereka percaya bahwa mereka bisa berziarah dari puncak gunung seperti berziarah di Tanah Suci.
“Cerita warga tentang tantangan berziarah sama dengan mendaki ke puncak Gunung Bawakaraeng,” kata Pandi.
Tags:
Wisata