Tradisi Suku di Indonesia Dalam Menjaga Alam

Dalam beberapa hari terakhir, kita sering melihat bencana terjadi. Banjir, tanah longsor, kebakaran, dll. Kita perlu belajar bagaimana nenek moyang kita telah melindungi bumi untuk waktu yang lama. Berikut adalah tradisi suku-suku di Indonesia bagaimana mereka mempertahankan sifat ini:

1. Sistem Sasi


Meskipun menggunakan sumber daya laut, penduduk Maluku dan Papua tidak serakah untuk mengambil produk laut karena mereka memiliki sistem Sasi. Sistem Sasi memungkinkan penduduk setempat untuk mengangkut hasil laut ke wilayah adat mereka.

Warga hanya bisa menangkap ikan pada waktu-waktu tertentu. Dengan demikian, flora dan fauna laut dapat memperbarui diri dan bereproduksi dengan baik.

2. Ilmu Tiga Hutan


Bagi suku Sakai di Riau, hutan adalah harta yang harus diperlakukan sebaik mungkin. Suku Sakai membagi wilayah hutannya menjadi tiga bagian, yaitu hutan adat, hutan terlarang dan hutan perladangan berpindah.

Di hutan adat, penduduk hanya dapat mengambil rotan, damar dan lebah tanpa menebang pohon. Sementara larangan kehutanan tidak boleh diganggu sama sekali. Meskipun hutan tanaman dapat ditebang untuk digunakan sebagai ladang, tidak semua pohon dapat ditebang, misalnya sialang tempat sarang lebah.

Warga yang melanggar aturan akan dihukum, misalnya dengan denda atau dikeluarkan dari wilayah mereka. Hukuman berlaku untuk semua orang, bahkan kepala suku atau suku yang tertangkap melanggar aturan akan dihapus.

3. Ilmu Pamali


Pamali dalam bahasa Sunda berarti tabu atau tidak boleh dilakukan. Aturan ini tidak ditulis tetapi dipatuhi secara ketat oleh penduduk Kampung Naga di Tasikmalaya. Warga Kampung Naga percaya bahwa jika mereka melanggar adat mereka, hidup mereka tidak akan aman.

Di antara peraturan-peraturan ini tidak boleh mengganggu Leuweng Larangan atau Hutan Larangan. Akibatnya, warga meninggalkan pohon tumbang di hutan sampai membusuk. Mereka juga tidak berani menangkap binatang di hutan. Ilmu Pamali menjaga hutan mereka berkelanjutan.

4. Ilmu Perladangan Ilir Balik


Orang Dayak Bantian di Kalimantan Timur menanam padi, sayuran, rotan dan buah-buahan di hutan. Mereka menggunakan sistem perdagangan ilir balik. Mereka membuka hutan untuk menjadi ladang selama 2 tahun, setelah itu mereka mencari ladang baru dan membiarkan ladang lama kembali menjadi hutan. Dan seterusnya dan tidak semua hutan dapat digunakan sebagai ladang.

Ada pula wilayah hutan yang hanya bisa diambil hasilnya. Buah-buahan hutan yang tidak termakan oleh penduduk, dibiarkan di hutan agar dimakan oleh hewan liar.

4. Ilmu Pikukuh


Pikukuh bagi masyarakat Baduy di Banten adalah aturan yang harus ditaati oleh warganya dan oleh pengunjung yang datang. Aturan itu antara lain, dalam pertanian dilarang menggunakan teknologi kimia seperti pupuk buatan dan racun pemberantas hama.

Penduduk juga dilarang menubai atau meracuni ikan di sungai, mandi memakai sabun, gosok gigi dengan pasta gigi, membuang kotoran di sembarang tempat, dan lain sebagainya. Pikukuh membuat masyarakat Baduy hidup berdampingan dengan alam. Mereka tidak mau mencemari alam dan berusaha menjaga kebersihan serta kemurnian alamnya.

Lebih baru Lebih lama