Mesjid Lapeo salah satu masjid yang menjadi iko religi di
tanah mandar Sulawesi barat. Desainnya menawan berwarna pekat lengkap dengan
kubah dan menara berhias kuning keemasan. Mesjid ini adalah mesjid Jami’
At-Taubah atau lebih dikenal dengan nama mesjid Imam Lapeo, untuk menasbihkan
jasa seorang penyebar agama islam yang terkenal di Sulawesi Barat bernama K.H.
Muhammad Tahir yang digelari sebagai Imam Lapeo.
Interior mesjid Imam Lapeo dipenuhi dengan berbagai hiasan
pernik-pernik bernuansa islami, gemerlapnya hampir memenuhi sudut dan
langit-langit mesjid. pada bagian kubah terdapat kaligrafi yang dibuat unik
melingkar. Desain teras depan dan bagian ruang dalamnya dipasangi berbagai
relief yang nyaris mirip dengan arsitektur kuil-kuil di India, berwarna oranye
dan keemasan. Kendati desain ruangnya terkesan ramai dan “norak”, atmosfir
ruang mesjid ini tetap menyenangkan untuk beribadah.
Sebagai situs yang sarat sejarah islam masa lalu, mesjid
Imam Lapeo setiap hari ramai dikunjungi peziarah dari berbagai daerah, mulai
dari lokal bahkan dari segala penjuru negeri. Para peziarah datang untuk
sekedar melihat mesjid dan mengunjungi makam Imam Lapeo yang berada dibagian
depan mesjid. Menurut pengelola, mesjid ini tidak pernah sepi pengunjung dari
pagi hingga malam, dan itu terjadi setiap hari. Wisata religi yang berjalan
aktif tersebut tentu mendatangkan nilai profit yang cukup besar untuk tetap
memelihara dan merawat mesjid bersejarah ini.
Dikutip dari situs Cak Nun, Imam lapeo dianggap sebagai
Ikatan cinta, ketulusan, kesetiaan, ketaatan, dan kepercayaan oleh masyarakat
Mandar, yang telah menciptakan hubungan khusus antara langit dan bumi di batas
wilayah Mandar. Hal itu dipandang semacam lokalitas spiritual yang hanya dapat
dipahami, dialami, dan dirasakan oleh orang-orang kawasan ini. Telah banyak
pula kisah-kisah mengenai “karomah” atau ketidaklaziman yang berlangsung di
bingkai itu.
Sebuah kisah yang populer tentang keberadaan mesjid Imam Lapeo yaitu ketika masjid tengah melakukan renovasi besar-besaran sekitar tahun 60-an, dibutuhkan sangat banyak biaya dan material untuk itu. Suatu hari, beberapa unit truk datang ke mesjid membawa semen yang sangat banyak. Orang-orang atau panitia pembangunan mesjid kaget karena merasa tidak pernah memesan semen, apalagi sebanyak itu. Semua orang bertanya-tanya siapa gerangan yang melakukan pemesanan itu. Orang yang membawa semen itu juga bertanya ke siapapun tetap juga tak ketemu siapa orangnya. Hingga pada satu ruang, orang itu melihat foto Imam Lapeo. “Nah, ini orang yang datang ke toko kami dan memesan semen ini”, katanya. Dan suatu hal yang mustahil, Imam Lapeo sudah sangat lama meninggal dunia.