Dalam pappasang turiolo masyarakat Makassar yang akan disajikan dalam dokumen ini, sebagian besar dikutip dari berbagai buku yang telah didokumentasikan, di antaranya adalah buku Makassarche Chestomathie, yang merupakan karya monumental seseorang dari Matthes pada tahun 1860. Selanjutnya ada adalah buku-buku lain yang memuat sekitar 235 pappasang tulisan Drs. Zainuddin Hakim berjudul “Pappasang dan Paruntuk Kana dalam Sastra Klasik Makassar” (1992). Karena keterbatasan waktu dan kesempatan, pembahasan nilai-nilai budaya yang terkandung dalam pappasang masyarakat Makassar akan dibatasi dengan menghadirkan nilai-nilai budaya terkait masalah kejujuran, kepemimpinan dan iri hati sebagai berikut:
1. Nilai Kejujuran
Kejujuran merupakan salah satu faktor yang melatarbelakangi budaya masyarakat Makassar dalam kehidupan sehari-hari. Apabila konsep ini dibiarkan maka akan menimbulkan kecemasan, kecemasan dan penderitaan di masyarakat. Oleh karena itu, indikator penilaian seorang pemimpin atau seseorang adalah kejujurannya. Kejujuran inilah yang menjadi dasar untuk mengevaluasi apakah seseorang memulai atau tidak, tergantung sejauh mana pelaksanaan amanah yang menjadi tanggung jawabnya dijalankan. Konsep kejujuran dikatakan dapat diterapkan pada semua bidang kehidupan manusia, kapanpun dan dimanapun, sehingga nilai-nilai kejujuran harus dijunjung tinggi.
Penerapan makna kejujuran di tengah-tengah kehidupan bermasyarakat dapat dilihat dari tiga dimensi, yaitu jujur kepada Tuhan Yang Maha Esa, jujur kepada manusia, dan jujur pada diri sendiri, sebagaimana dituntut dalam pappasang berikut:
Issengi keknang, maknassa antu nikanayya lambusuk tallui rupanna. Makaserrena; Mallambusuk ri Allahu Taala, iami nikana busuk ri Allahu Taala takaluppayya. Berarti; malambusuka riparanna tahu, iami nikanayya malam busuk riparanna tau tangkaerokia sarenna paranna tau. Makatallunna; malambusuka ri batangkalenna, malam iami nikana, membuka seribu kalenna, angkalitutui bawana ri kana balle-ballea.
Terjemahan:
Sebenarnya ada tiga jenis kejujuran. Pertama; jujur kepada Allah SWT yaitu tidak melalaikan (perintah dan menghindari larangannya), Kedua; jujur dengan manusia, yaitu tanpa mengharapkan imbalan dari seseorang. Jujurlah dengan diri Anda sendiri, yaitu selalu menjaga dan menjaga mulut Anda dari ucapan-ucapan dusta.
2. Nilai Kepemimpinan
Untuk menjadi seorang pemimpin baik formal maupun informal diperlukan syarat-syarat tertentu, karena pemimpin merupakan lambang kebesaran dan kehormatan seseorang. Oleh karena itu, pemimpin harus terlebih dahulu dapat memenuhi kriteria, seperti berperilaku terpuji, berwawasan luas, adil dan jujur, selalu memikirkan sebab akibat dari perbuatannya.
Sejumlah kriteria yang diramalkan di atas mutlak dimiliki oleh seorang calon pemimpin saat ini dan yang akan datang, seperti yang dijelaskan dalam pappasang turiolo berikut ini:
Apa yang Anda ketahui, sekretaris sekretaris atau niakpi na ballaki annanga passalak? Makasekrena; mangngassempi rigauk-gauk adaka, Makaruina; Bajik pangngampai ri tau jainna, Makatallunna; Sakbarakpi rigauk antabaia, Makaapppretation, Mallakpi ri karaeng sekrea, Makalimana; Mangngassempi ri sesena rapanga, Makaannanna; Mangngassempi ritujunna berbicara.
Terjemahan:
Seseorang hanya bisa diangkat menjadi raja / pemimpin jika keenam pasal (syaratnya) terpenuhi. Pertama; Pelajari seluk beluk pengaturan biasa. Kedua; Berperilaku terpuji terhadap orang yang mereka pimpin, Ketiga; Berdiri teguh dan hadapi bencana, Keempat; Tunduk pada Tuhan Yang Maha Kuasa, Kelima; Mendalami Hukum (Konstitusi), Keenam; Ketahui seluk beluk penegakan hukum.
3. Keberanian Sirik na pace (Kehormatan)
Jika dicermati, keberadaan pappasang sangat didominasi oleh nilai-nilai rasa iri. Sirik yang umumnya dipasangkan dengan kata pacce adalah filosofi hidupnya, sebagaimana HD Mangemba (1989: 1) menyatakan bahwa sirik na pacce merupakan visi kehidupan dan inti budaya masyarakat Makassar.
Kata siri secara harfiah berarti malu dan bisa juga berarti kehormatan, martabat dan martabat seorang manusia. Sedangkan kata pacce memiliki arti sakit dan sakit yang dirasakan meresap ke dalam hati seseorang karena melihat penderitaan orang lain. Oleh karena itu, selain sebagai bentuk solidaritas, Pacce juga berfungsi sebagai alat untuk menggalang persatuan, kebersamaan bahkan menjadi motivasi untuk berbisnis bahkan dalam kondisi ekstrim. Persamaan kata siri na pacce dapat dibandingkan dengan koin dengan dua sisi yang saling melengkapi. Keduanya merupakan konsep ideal untuk berpikir dan berperilaku di tengah masyarakat.
Untuk lebih jelasnya tentang konsep tau manusia seutuhnya, hal ini dapat dikemukakan pada pappasangs berikut ini:
Katutui Siri'nu Nanujagai Mallaknu Nasabak Iaminjo Sirikka Siagang Mallaka Akjokjok Ri Niaknu Tau Tojeng-tojeng.
Terjemahkan:
Jagalah kehormatan dan rasa iba terhadap Allah, karena iri hati dan kasihan adalah jati diri manusia yang sempurna.
Tags:
Budaya